TABANAN - Sosialisasi terhadap penggunaan serampangan terhadap produk obat antibiotik terus digencarkan oleh kerja sama dari One Health Collaborating Center (OHCC) Universitas Udayana, Perhimpunan Dokter Spesialis Mikrobiologi Klinik Indonesia (PAMKI) Bali, Fakultas Kedokteran Universitas Warmadewa, Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Cabang Bali, dan Program Studi S1 Farmasi Klinis Universitas Bali Internasional.
Pada Pekan Kesadaran Antimikroba Dunia (World Antimicrobial Awareness Week) 2022 yang pada tahun ini jatuh pada 18-24 November 2022.
Mereka mengambil tema 'Acara Malam Keakraban Desa Bijak Antibiotik' (SAJAKA) atau 'Preventing Antimicrobial Resistance Together', dengan tujuan utamanya adalah meningkatan kesadaran dalam penggunaan antibiotik di masyarakat baik dalam pengobatan manusia dan hewan.
Rangkaian inisiasi Desa Bijak Antibiotika sudah dilaksanakan sejak Juni 2022 dengan penyuluhan ke masyarakat, kelompok peternak dan siswa sekolah dasar. Inaugurasi inisiasi sebelumnya sudah dilaksanakan pada 23 September 2022.
Resistensi antimikroba merupakan salah satu isu kesehatan yang mengancam masyarakat. Kejadian ini diakibatkan oleh penggunaan antibiotika yang tidak bijak di masyarakat, tingkat pengetahuan masyarakat yang kurang atas tata cara penggunaan antibitioka mengakibatkan kurangnya kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi antibiotika.
Menemui dr I Wayan Agus Gede Manik Saputra, M.Ked.Klin, Sp.MK., yang merupakan anggota Perhimpunan Dokter Spesialis Mikrobiologi Klinik (PAMKI) Cabang Bali, membenarkan bahwa kebiasaan di masyarakat seperti hanya meminum antibiotika hanya 3 tablet saja karena merasa kondisi telah sehat (underused), berbagi antibiotik dengan orang lain, serta masih ditemukannya pembelian antibiotika tanpa resep dokter.
"Ini tentu disebabkan oleh fenomena yang berkembang di masyarakat akibat minimnya pengetahuan dan informasi yang dimiliki tentang penggunaan antibiotik secara baik dan benar, "ungkapnya, Jumat (18/11/2022), di Wantilan Kantor Perbekel Desa Bengkel, Kecamatan Kediri, Tabanan, Bali.
Ia juga menyarankan bahwa Personal hygiene atau kebersihan diri merupakan tindakan paling efektif dalam menjaga kesehatan. Tidak semua penyakit diobati dengan antibiotik contohnya saat demam, tidak semua penyebab demam dapat diobati dengan antibiotik sehingga penggunaannya menjadi sia-sia (misused).
"Penggunaan antibiotika itu relatif tergantung organnya yang terinfeksi, misal kita terinfeksi saluran kencing itu cukup antibiotiknya 3 - 5 hari saja, tetapi untuk radang otak bisa 21 hari penggunaan antibiotik atau infeksi pada tulang itu bisa berbulan-bulan bahkan berminggu-minggu, bila itu tidak sesuai dikhawatirkan itu dapat memicu resistensi"
dr. Marta Setiabudy, M.Biomed., Sp.MK., selaku Ketua penyelenggara acara malam keakraban SAJAKA, desa bijak antibiotika, juga Dosen FKIK Universitas Warmadewa serta Perwakilan PAMKI (persatuan ahli mikrobiologi klinik Indonesia), menambahkan bahwa resistensi ini dapat menyebabkan bakteri, semakin kebal terhadap antibiotika sehingga waktu sembuh menjadi lebih lama dan semakin sulit untuk diobati dengan antibiotika.
Hal ini akan dapat memperparah beban kesehatan dan ekonomi apabila efek kekebalan terhadap antibiotika ini berlangsung semakin cepat tanpa adanya intervensi terhadap perilaku masyarakat dalam menggunakan antibiotika.
"Upaya pencegahan resistensi antimikroba yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan penggunaan antibiotika yang bijak, baik pada rumah tangga maupun sektor peternakan dan pertanian. Konsumsi antibiotika yang sesuai dengan aturan pakai dapat mengurangi paparan berlebih sehingga penyakit akibat bakteri dan penyebab penyakit lainnya dapat sembuh dalam waktu yang cepat, "jelasnya.
"Tidak ada antibiotik satu untuk semua penyakit, itu jelas pemikiran yang salah. Umpama tidak semua radang disebabkan oleh bakteri bisa saja karena virus"
Menemui juga Apoteker (Apt) Ida Ayu Manik Partha Sutema, S.Farm., M.Farm., selaku Humas Ikatan Apoteker Indonesia Perwakilan Daerah (PD) Bali dan Koordinator Prodi Farmasi Klinis Universitas Bali Internasional.
Ia menyebutkan ranah dari antibiotik adalah apoteker yang dimana pembuatan, distribusi dan penggunaan ini menjadi tanggung jawab kita.
"Kita akan selalu sosialisasi DAGUSIBU yakni Dapatkan, Gunakan, Simpan, Buang antibiotik sesuai dengan aturan itu yang terus kami galakkan, " sebut Ida Ayu Manik.
Sosialisasi getok tular harus terus didengungkan pesannya, agar nanti masyarakat dapat teredukasi dengan benar dalam penggunaan antibiotik.
Prof. Dr. dr. Ni Nyoman Sri Budayanti, Sp.MK(K) selaku Koordinator Udayana One Health Collaborating Center (OHCC) juga menekankan agar pembuat kebijakan juga bisa tegas untuk produk antibiotik ini.
"Antibiotik agar tidak mudah keluar dari apotik tanpa resep dokter. Jadi pengawasan BPOM harus lebih diperketat, tetapi yang terpenting masyarakat teredukasi tentang 'Antimicrobial Resistance' (AMR) yang merugikan anak cucu kita kelak, "pungkasnya.
Kegiatan itu juga dimeriahkan oleh Bondres Clekontong Mas Balinese Art Production merupakan grup lawak Bali paling populer saat ini, yang ditutup dengan bagi-bagi hadiah hiburan buat masyarakat yang hadir. (Ray)